BAB 5
HUKUM PERJANJIAN
HUKUM PERJANJIAN
Dalam Pasal 1313
KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang
kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian
tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat
interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk
melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana
perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak
sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
A.
STANDAR KONTRAK
Istilah perjanjian baku
berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar
kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir
Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien
jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeperburuk.
Bila dikaitkan dengan
peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian
standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat
landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu :
1.
Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah
sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk
mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat
ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui
sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja
panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan
pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja
dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang
menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima
penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat
dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak
kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2.
Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of
International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan
prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka
menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak
jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip
UNIDROIT menentukan sebagai berikut:
Apabila salah satu pihak
atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku
aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 –
pasal 2.22.
Syarat-syarat baku
merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara
umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa
negosiasi dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur
tentang :
a.
Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b.
Pengertian kontrak baku.
3.
Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam
persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh
suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas
menerimanya.
Untuk menentukan apakah
suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada
isi bahasa, dan penyajiannya.
4.
Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara
persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut
terakhir dinyatakan berlaku.
5.
Pasal 2.22, Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar
dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak
disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6.
UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7.
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan telah dikeluarkannya
peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku
merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan
oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku
dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan
dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan
mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
Macam-macam kontrak
Tentang jenis-jenis
kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal
ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan
kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik
merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status
sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal
balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai
debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan
perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak
pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa
dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam
pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan
tersebut ialah :
Berkaitan dengan aturan
resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada
perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual
beli.
Berkaitan dengan
perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
Jika suatu perjanjian
timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak
dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir
BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan
perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya
dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak
tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa
kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah,
penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan
utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama
adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis
kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang
termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise,
kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya
dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah
kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan.
Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya
merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu
kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah
kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak
sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis
kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian
dituangkan dalam tulisan.
B.
MACAM – MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator
ialah sebagai berikut:
1.
Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
a.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
b.
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
2.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
a.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada
salah satu pihak saja.
b.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak
kepada kedua belah pihak.
3.
Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
a.
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat
antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
b.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk
tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
c.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata
sepakat, harus diserahkan.
4.
Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
a.
Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan
ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah
titel VIIA.
b.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
c.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang
sulit di kualifikasikan.
C.
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata:
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama
dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau
subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedanngkan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya
dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Dalam pasal 1330 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat suatu perjanjian:
1.
Orang-orang yang belum dewasa
2.
Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
3.
Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada
umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Menurut kKitab
Undang-Undang Hukum Perdata, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan
suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya
(pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
D.
SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas
konsensualitas, suatu pejanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau
persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang
menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak
antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah
juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi
secara bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
Karena suatu perjanjian
dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik
diterimanya penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang,
perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan
penawaran menerima jawaban yang termaksud dalam surat tersebut, sebab saat
itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat. Karena perjanjian sudah
dilahirkan maka tak daapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak
lawan.
E.
PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pembatalaan Suatu
Perjanjian
Apabila dalam suatu
syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum
(null and void). Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak
ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang
bermaksud membuat perjanjian itu.
Apabila pada waktu
pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang subyktif, maka
perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya
oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum
(yang meminta orang tua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah
cakap), dan pihak yang memberikan perjanjian atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Dalam hukum perjanjian ada
tiga sebab yang membuat perjanjian tidak bebas, yaitu:
1.
Paksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa, jadi bukan paksaan badan atau fisik.
Misalnya salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui
suatu perjanjian.
2.
Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang
hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang
penting dari barang yang menjadi obyek dari perjanjian, ataupun mengenai orang
dengan siapa diadakan perjanjian itu.
3.
Penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan
yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik, untuk
membujuk pihak lawannya memberikan perjanjiaannya. Pihak yang menipu itu
bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya. Misalnya mobil yang
ditawarkan diganti dulu merknya, nomor mesinnya dipalsu dan lain sebagainya.
Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain, atau di mana orang
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal
yang dijanjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga
macam yaitu:
1.
Perjanjian untuk memberikan menyerahkan barang
2.
Perjanjian untuk bebuat sesuatu
3.
Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Kitab Undang-undang Hukum
Perdata memberikan sekedar petunjuk, ialah persoalan apakah suatu perjanjian
mungkin dieksekusi (dilaksanakan) secara riil. Petunjuk itu kita dapatkan dalam
pasal-pasal 1240-1241.
Dalam hal penafsiran
perjanjian ini pedoman utama ialah: kata-kata suatu perjanjian jelas, maka
tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran.
Pedoman-pedoman lain yang
penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah:
1.
Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka
harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian
itu dari pada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.
2.
Jika sesuatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilihnya
pengertian yang sedemikian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan daripada
memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.
3.
Jika kata-kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih
pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian.
4.
Apa yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di
negeri atau di tempat di mana perjanjian telah diadakan.
5.
Semua janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, tiap janji harus
ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
6.
Jika ada keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian
orang yang elah meminta diperjanjikannya sesuatu hal dan, untuk keuntungan
orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
Referensi:
Katuuk, Neltje F. Februari
1994. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Universitas Gunadarma.
http://evianthyblog.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian-standar-kontrak.htmlhttp://sendyego.blogspot.com/2011/05/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/24/hukum-perjanjian/
http://p4hrul.wordpress.com/2012/04/24/hukum-perjanjian/
BAB 6 & 7
HUKUM DAGANG ( KUHD )
PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Perdagangan atau Perniagaan
pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu
dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh
keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum
yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia
dalam perdagangan.
1.
Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari
lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus
menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum
perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum
khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum
tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat
lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
2.
Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia
berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa
peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan
aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah
mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak
mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun
demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada
pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan
terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di
Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk
menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan
dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk
kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya
dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum
pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a.Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya
pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan
pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara,
b. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara,
noratis, makelar, komisioner.
4. Pengusaha dan Kewajibannya
- Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan
kewajiban menurut agamanya
- Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40
jam seminggu,
kecuali ada ijin penyimpangan
- Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan
perempuan
- Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
- Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
- Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada
hari libur resmi
- Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
- Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
- Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
- Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
5. Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Perusahaan Perorangan
Perusahaan Perorangan adalah perusahaan yang dikelola dan
diawasi oleh satu orang sehingga semua keuntungan yang didapatkan akan menjadi
haknya secara penuh dan jika terdapat kerugian maka yang bersangkutan harus
menanggung resiko tersebut secara sendiri
Firma
Firma adalah Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lainnya.
Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
6. Perseroan Terbatas
Firma adalah Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nana bersama atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lainnya.
Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
6. Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah
suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang
terpisah dari kekayaan, hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik.
7. Koperasi
7. Koperasi
Menurut UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk
badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan
kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azas kekeluargaan.
8. Yayasan
Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan
tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan
memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.
9. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak
dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan
Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.
Sumber :
http://amrulhakimug.blogspot.com/2010/10/bentuk-bentuk-badan-usaha.html
http://rindyriantika.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-pengusaha.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan
Sumber :
http://amrulhakimug.blogspot.com/2010/10/bentuk-bentuk-badan-usaha.html
http://rindyriantika.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-pengusaha.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan
http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/hukum-dagang-kuhd.html
http://dave-simanjutak.blogspot.com/2012/04/hukum-dagang-kuhd.htmlhttp://vahmy76.wordpress.com/2012/04/28/hukum-dagang-kuhd/
http://dave-simanjutak.blogspot.com/2012/04/hukum-dagang-kuhd.htmlhttp://vahmy76.wordpress.com/2012/04/28/hukum-dagang-kuhd/
BAB 9
WAJIB DASAR PERUSAHAAN
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Wajib daftar perusahaan
secara sepintas tampaknya adalah hanya masalah teknis administratif.
Namun demikian pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat
penting.
1. Dasar
Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 Para persero firma
diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada
kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat
kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan
untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya
dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari
daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar
resmi.
Dari kedua pasal di atas
firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada
pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun
1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang
tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai
ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib
didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan
tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya
undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang
diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan
Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag
No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999
tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri
Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar
Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu
diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan
pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran
perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar
perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja,
2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan
WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang
berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun
bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang
berkompeten.
2. Ketentuan Wajib
Daftar Perusahaan
Dasar Pertimbangan Wajib
Daftar Perusahaan
Kemajuan dan peningkatan
pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada
khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan,
memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk
semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut
dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di
wilayah Negara Republik Indonesia,
Adanya Daftar Perusahaan
itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan
dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha
sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia
usaha,
Bahwa sehubungan dengan
hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar
Perusahaan.
Ketentuan Umum Wajib
Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan
adalah :
Daftar Perusahaan adalah
daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan
Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat
hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh
pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi
terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang
wajib didaftarkan;
Perusahaan adalah
setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah
lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
Pengusaha adalah
setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan
sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan
adalah pengusaha yang bersangkutan.
Usaha adalah setiap
tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang
dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba;
Menteri adalah
Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
3. Tujuan dan Sifat Wajib
Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan
bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu
perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang
berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang
perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin
kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
Mencatat secara
benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta
keterangan lain tentang perusahaan.
Menyediakan informasi
resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
Menjamin kepastian
berusaha bagi dunia usaha.
Menciptakan iklim dunia
usaha yang sehat bagi dunia usaha.
Terciptanya transparansi
dalam kegiatan dunia usaha.
Daftar Perusahaan bersifat
terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar
Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi (
Pasal 3 ).
4. Kewajiban Pendaftaran
Setiap perusahaan wajib
didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
Pendaftaran wajib
dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat
diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
Apabila perusahaan
dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan
pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya,
yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
Apabila pemilik dan atau
pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik
Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia,
pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban
untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).
5. Cara dan Tempat Serta
Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
Pendaftaran dilakukan
dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada
kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Penyerahan formulir
pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
di tempat kedudukan kantor
perusahaan;
di tempat kedudukan setiap
kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
di tempat kedudukan setiap
kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan
perjanjian.
Dalam hal suatu perusahaan
tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal
ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di
Ibukota Propinsi tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu
perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha
dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ). Pendaftaran Perusahaan
dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan
yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa
tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran
Perusahaan.
6. Hal-hal yang Wajib
Didaftarkan
Hal-hal yang wajib
didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan
terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
A. Umum
Nama perseroan
Merek perusahaan
Tanggal pendirian
perusahaan
Jangka waktu berdirinya
perusahaan
Kegiatan pokok dan
kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
Izin-izin usaha yang
dimiliki
Alamat perusahaan pada
waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
Alamat setiap kantor
cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.
B. Mengenai Pengurus dan
Komisaris
Nama lengkap dengan
alias-aliasnya
Setiap namanya dahulu
apabila berlainan dengan nama sekarang
Nomor dan tanggal tanda
bukti diri
Alamat tempat tinggal yang
tetap
Alamat dan tempat tinggal
yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
Tempat dan tanggal lahir
Negara tempat tanggal
lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
Kewarganegaran pada saat
pendaftaran
Setiap kewarganegaraan
dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
Tanda tangan
Tanggal mulai menduduki
jabatan
C. Kegiatan Usaha
Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
Modal dasar
Banyaknya dan nilai
nominal masing-masing saham
Besarnya modal yang
ditempatkan
Besarnya modal yang
disetor
Tanggal dimulainya
kegiatan usaha
Tanggal dan nomor pengesahan
badan hukum
Tanggal pengajuan
permintaan pendaftaran
D. Mengenai Setiap
Pemegang Saham
Nama lengkap dan
alias-aliasnya
Setiap namanya dulu bila
berlainan dengan yang sekarang
Nomor dan tanggal tanda
bukti diri
Alamat tempat tinggal yang
tetap
Alamat dan negara tempat
tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
Tempat dan tanggal lahir
Negara tempat lahir, jika
dilahirkan di luar wilayah negara R.I
Kewarganegaraan
jumlah saham yang dimiliki
jumlah uang yang
disetorkan atas tiap saham.
E. Akta Pendirian
Perseroan
Pada waktu mendaftarkan,
pengurus wajib menyerahkan salinan resmi akta pendirian perseroan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar