Rabu, 12 Juni 2013

BAB 11,12, 13 DAN 14

BAB 11
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

1.  Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak kekayaan intelektual adalah sebuah wilayah hukum yang menangani hak-hak yang berhubungan dengan hasil usaha kreatif manusia atau reputasi komersial dan goodwill.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
2.  Prinsip-prinsip Hak Kekayaan
· Prinsip Ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
· Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
· Prinsip Kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.
· Prinsip Sosial.
Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
3.  Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industri (industrial property right).
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a.    Paten
b.    Merek
c.    Varietas tanaman
d.    Rahasia dagang
e.    Desain industry
f.    Desain tata letak sirkuit terpadu

4.  Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

·         UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
·         UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
·         UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
·         UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

5.  Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan - pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1)
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.
Dasar Hukum HAK CIPTA :
·         UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
·         UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
·         UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
·         UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

6.  HAK PATEN
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).
Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
1. proses;
2. hasil produksi;
3. penyempurnaan dan pengembangan proses;
4. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi
Dasar Hukum HAK PATEN :
·         UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
·         UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
·         UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109)

7.  HAK MERK
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1)
Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Istilah – Istilah Merk :
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
Dasar Hukum HAK MERK :
·         UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
·         UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
·         UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)

8.  DESAIN INDUSTRI
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
9.  RAHASIA DAGANG
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Narasumber :






BAB 12
PERLINDUNGAN KONSUMEN

1.  Pengertian Konsumen
Pengertian Konsumen adalah Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
2.  Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
3.  Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak  Konsumen:
· Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
  barang/jasa.
· Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
  kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
· Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
  barang/jasa.
· Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.

Kewajiban Konsumen  :
· Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
· Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
· Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
· Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
  patut.
4.  Hak dan kewajiban pelaku usaha
· Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
  dan nilai tukar barang/jasa yang diperdagangkan.
· Hak mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad
tidak baik.
· Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
· Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa konsumen
  tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan.
· Hak – hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
5.  Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
· Pelaku usaha dilarang memproduksi/memperdagangkan barang/jasa yang tidak
  memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
  peraturan perundang – undangan.
· Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam
  perhitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barabg tersebut.
· Tidak sesuia dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah.
6.  Klausula baku dalam perjanjian
          Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah  dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
7.  Tanggung Jawab Pelaku Usaha
    Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
    Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.   Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
8.  Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
· Sanksi Perdata
   Ganti rugi dalam bentuk :
   - Pengembalian uang atau
   - Penggantian barang atau
   - Perawatan kesehatan, dan/atau
   - Pemberian santunan
      Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.

Nara Sumber :


















BAB 13
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT

1.  PENGERTIAN
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang    Anti   Monopoli.

2.  Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan     kepentingan umum.
Tujuan         :
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition  dan     memperkuat kedaulatan   konsumen.

3.  Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh          dikuasai       swasta          sepenuhnya

4. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam      anggapan”     tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk      sebagai          berikut        :
   (a)   Oligopoli
   (b)  Penetapan    harga
   (c)   Pembagian    wilayah
   (d)  Pemboikotan
   (e)  Kartel
   (f)   Trust
   (g)  Oligopsoni
   (h)  Integrasi     vertikal
   (i)   Perjanjian    tertutup
   (j)   Perjanjian    dengan         pihak  luar    negeri

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :
– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan
  Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain
  yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha
  yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang
  menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang
  menggabungkan    diri    berakhir      karena         hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan
  Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
  Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
  dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha
  yang meleburkan  diri    berakhir      karena         hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk
  memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau asset
  Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian
  terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan
  kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur
  di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha
  yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya
  karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha
  dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian
  dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu
  perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU
  No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang
  oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil
  mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi
  menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha
  maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang
  sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur
  dengan       sangat         singkat, dalam satu kalimat saja.

5. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
     (1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
      
pasar, yang diantaranya terdiri dari :
            (a) Oligopoli
            (b) Penetapan harga
            (c) Pembagian wilayah
           (d) Pemboikotan
           (e) Kartel
           (f) Trust
           (g) Oligopsoni
           (h) Integrasi  vertikal
           (i) Perjanjian tertutup
           (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

     (2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
           pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
           (a) Monopoli
           (b) Monopsoni
           (c) Penguasaan pasar
           (d) Persekongkolan
    (3) Posisi dominan, yang meliputi :
           (a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
           (b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
           (c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
           (d) Jabatan rangkap
           (e) Pemilikan saham
           (f) Merger, akuisisi, konsolidasi

6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
   1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
   2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
   3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
     1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
     2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
     3.  Efisiensi alokasi sumber daya alam
     4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya,
         yang lazim ditemui pada pasar monopoli
     5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan
         kualitas dan layanannya
     6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya
         produksi
     7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
     8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administrative.
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
   (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal
        16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana
        denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah)
        dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
        kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
  (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
       20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana
       denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi
       tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana
       kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
  (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
       denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi
       tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti
       denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
    terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
    sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva
    kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Nara Sumber :












BAB 14
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

1.  Pengertian Sengketa
Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
2.  Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Sengketa dapat di selesaikan dengan berbagai cara dintara nya :
- Negosiasi
- Mediasi
- Arbitrasi
- Konsiliasi
- Enquiry (Penyelidikan)
- Pengadilan
3. Negosiasi
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
4.  Mediasi
Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979.
5.  Arbitrase
mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam Black’s Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultasion) adalah:
“act of consuling or confering: e.g. patient with doctor; client with Lawyer. Deliberation of person on some subject. A conference between the counsel enganged in a cae, to discuss its question or arrange the method Of conducting”
6.  Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
Negosiasi atau perundingan adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya.
Ligitasi Adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

Nara Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar