Kronologi Kasus Prita Mulyasari
Kasus ini berawal dari tulisan Prita
Mulyasari di internet tentang kualitas pelayanan RS. Omni International
yang dikirimkan lewat e-mail ke beberapa temannya. E-mail ini
kemudian tersebar luas di internet sehingga menyebabkan RS. Omni International
merasa dirugikan, lalu melaporkan kasus ini ke pihak berwenang.
Selain didakwa secara pidana, Prita
Mulyasari juga dituntut secara perdata oleh RS. Omni International. Dalam kasus
perdata, Prita Mulyasari sebagai pihak Tergugat, sedangkan untuk pihak
Penggugat terdiri dari Penggugat I; pengelola RS. Omni International, Penggugat
II; Dokter yang merawat dan Penggugat III; Penanggung Jawab atas keluhan
pelayanan Rumah Sakit.
Pokok materi dakwaan pidana dan gugatan
perdata terkait atas tindakan Prita Mulyasari yang tidak cukup menyampaikan
keluhan atas kualitas pelayanan RS. Omni International dengan mengisi lembar ”
Masukan dan Saran” yang telah disediakan oleh RS. Omni International, tetapi
juga mengirimkan e-mail tersebut ke customercare@banksinarmas.com
dan teman-teman Prita Mulyasari. Akibatnya, para penggugat merasa tercemar nama
baiknya dan merasa dirugikan.
Aspek Pidana dalam Kasus Prita
Mulyasari
Prita Mulyasari didakwa oleh Jaksa
Penuntut Umum secara berlapis dengan menggunakan Pasal 310 KUHP tentang
Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 311 KUHP. Isi dari pasal-pasal tersebut
adalah:
1. Pasal 310 KUHP
Barang siapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp
4.500.
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan
atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1
tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk membela diri.
2. Pasal 311
Jika yang melakukan kejahatan
pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang
dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan
dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun.Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3
dapat dijatuhkan.
3. Pasal 312
Pembuktian akan kebenaran tuduhan hanya
dibolehkan dalam hal-hal berikut:
Apabila hakim memandang perlu untuk
memeriksa kebenaran itu guna menimbang keterangan terdakwa, bahwa perbuatan
dilakukan demi kepentingan umum, atau karena terpaksa untuk membela diri;
Apabila seorang pejabat dituduh sesuatu
hal dalam menjalankan tugasnya.
Selain dijerat dengan KUHP, Prita
Mulyasari juga didakwa JPU telah melanggar Pasal 27 Ayat (3) Undang - Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No 10 Tahun 2008 yang menyatakan: “Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan /atau pencemaran nama
baik. Ancaman hukumannya pidana penjara 6 tahun”.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Tujuan utama dari penggunaan
undang-undang terkait dengan pencemaran nama baik adalah melindungi reputasi.
Akan tetapi, berbagai praktek yang terjadi di sejumlah negara menunjukkan
terjadinya penyalahgunaan undang-undang pencemaran nama baik untuk membungkam
masyarakat melakukan debat terbuka dan meredam kritik yang sah terhadap
kesalahan yang dilakukan pejabat. Ancaman sanksi pidana berat, seperti hukuman
penjara, memberi dampak yang menghambat kebebasan berekspresi bagi warganegara.
Mahkamah Konstitusi sendiri telah
memutuskan bahwa pasal-pasal Pencemaran Nama Baik, baik berupa Pasal 310 dan
311 KUHP, maupun Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah konstitusional. Menurut MK,
pasal-pasal tersebut merupakan pengejawantahan dari kewajiban negara untuk
melindungi dan menjamin penghormatan terhadap setiap hak konstitusional seperti
yang ditegaskan dalam Pasal 28 G Ayat 1 dan 2 UUD 1945. Keputusan ini diberikan
oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Agustus 2008 untuk Pasal 310 dan 311
KUHP.
Sedangkan keputusan atas Pasal 27 Ayat
(3) UU ITE diberikan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 5 Mei 2009.
Keputusan Mahkamah Konsitusi untuk mempertahankan pasal-pasal pencemaran nama
dalam sistem hukum Indonesia masih diperdebatkan oleh publik hingga saat ini
karena dinilai kontraproduktif terhadap kebebasan berekspresi di negara
demokratis.
Dengan masuk ke dalam ranah perdata,
tidak ada lagi hukuman badan atas dakwaan pencemaran nama baik, tetapi hanya
ada ganti rugi secara proporsional. Penyelesaian kasus pencemaran nama baik
dengan menggunakan pendekatan hukum perdata melalui pemberian putusan ganti
rugi merupakan salah satu alternatif terbaik ditinjau dari kecilnya dampak
kerugian terhadap kebebasan berekspresi warga negara. Dan yang terpenting,
tidak perlu ada lagi konsumen di Indonesia yang terancam masuk penjara hanya
karena curhat mengenai buruknya kualitas produk/jasa yang diterimanya.
Kesimpulannya
Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten. Prita dijebloskan ke
penjara karena alasan pencemaran nama baik. Tali yang dipakai untuk menjerat
Prita adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Isinya “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik“. Prita terancam hukuman penjara
maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Kasus ini bermula dari email Prita
yang mengeluhkan layanan unit gawat darurat Omni Internasional pada 7 Agustus
2008. Email ke sebuah milis itu ternyata beredar ke milis dan forum lain.
Manajemen PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu
merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa milis. Mereka
juga memasang iklan di koran. Tak cukup hanya merespon email, PT Sarana juga
menggugat Prita, secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama
baik.
Itu merupakan salah satu contoh dari
hukum perdata. Suatu komentar atas pengeluhan yang dilakukan oleh seorang
pasien terhadap suatu pelayanan dari sebuah Rumah Sakit berbuntut panjang.
Masalah individu ini merebak ke public, setelah pasien menulis tentang
keluhanya itu diblog. Pasal yang dijerat merupakan pasal mengenai UU ITE, yang
menguat tidak bolehnya melakukan penghinaan di suatu media elektronik.
Narasumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar